Langkah pemerintah mengatasi pandemi Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 kerap menuai kritik publik. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pelaksanaan program Kartu Pra-Kerja. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.36 tahun 2020, Program  Kartu Pra Kerja merupakan program pengembangan kompetensi kerja yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja dan pekerja atau buruh yang memerlukan peningkatan kompetensi. Tujuan program kartu pra kerja yaitu mengembangkan kompetensi angkatan kerja dan meningkatkan produktivitas dan daya saing angkatan kerja.

Program yang awalnya merupakan janji kampanye Presiden Joko Widodo pertama kali diumumkan dalam acara kampanye pidato kerakyatan Jokowi di Sentul International Convention center (SICC) Bogor Februari 2019 tempo lalu. Presiden Jokowi dengan lantang memperkenalkan ke publik tiga kartu sakti yakni  Kartu Sembako Murah (KSM), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan terakhir Kartu Pra Kerja. Kini Program Kartu Pra Kerja yang tujuannya memberi pelatihan para calon pekerja untuk mempertajam skill tiba tiba difokuskan ke para pekerja yang terkena dampak covid 19.

Di tengah perdebatan dasar aturan serta efektivitas program tersebut, mencuat persoalan baru tentang adanya konflik kepentingan dalam pelaksanaannya. Salah satu platform digital yang ditunjuk pemerintah, Skill Academy by Ruang Guru ternyata adalah milik Adamas Belva Syah Devara yang kemarin menjabat sebagai Staf Khusus Milineal Presiden. Program senilai Rp 20 triliun ini melibatkan sejumlah platform digital untuk menggandeng berbagai lembaga sebagai pelaksana pelatihan secara online bagi para penerima bantuan.

Berdasarkan pasal 7 Perpres No.36 tahun 2020 menyebutkan bahwa untuk menjadi lembaga pelatihan yang menyelenggarakan program tersebut harus memenuhi persyaratan paling sedikit memiliki kerja sama dengan platform digital, memiliki program pelatihan berbasis kompetensi kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan mendapat persetujuan dari manajemen pelaksana. Salah satu platform digital yang ditunjuk pemerintah yaitu Skill Acedemy by Ruang Guru. Para pemegang kartu, sebutan bagi penerima bantuan, akan memperoleh Rp 3,55 juta. Dari dana tersebut, sebesar Rp 1 juta dialokasikan untuk biaya pelatihan. Selain itu juga ada potongan Rp 150 ribu untuk biaya survei. Sehingga total uang tunai yang diterima adalah Rp 2,4 juta yang diberikan secara bertahap selama empat bulan.

Pemotongan bantuan tunai yang kemudian dialokasikan untuk biaya pelatihan ini kurang tepat. Sebab orang-orang yang kehilangan pekerjaan lebih membutuhkan uang tunai sebagai pengganti pendapatan mereka dibanding pelatihan. Apalagi pelatihan kerja juga tidak akan banyak berguna di saat berbagai perusahaan limbung terhantam krisis ekonomi dan berbondong-bondong melakukan pengurangan jumlah pekerja. Protes publik semakin keras ketika ada konflik kepentingan dalam pelaksanaan program Kartu Pra-Kerja. Para pegiat antikorupsi ikut bersuara karena konflik kepentingan dalam program pemerintah rawan menjadi korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memaknai konflik kepentingan sebagai sebuah situasi di mana seorang penyelenggara negara memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerjanya. Begitu pula dengan Organisation for Economic Co-operation and Development yang mendefinisikan konflik kepentingan sebagai suatu kondisi yang dialami pejabat publik ketika kewajibannya menjalankan fungsi publik berbenturan dengan kepentingan pribadi.

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah memaknai konflik kepentingan sebagai kondisi di mana pejabat pemerintahan memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dalam penggunaan wewenangnya sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan atau tindakan yang dilakukannya.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik kepentingan setidaknya memiliki tiga unsur. Yaitu adanya aktor, adanya wewenang atau otoritas yang dimiliki untuk mengambil atau mengubah kebijakan dalam pengambilan keputusan , dan adanya tindakan yang dilakukan. Secara komprehensif, konflik kepentingan tidak hanya dimaknai ketika telah terjadi perbuatan pengambilan keputusan atau pelaksanaan program pemeritah yang menguntungkan pejabat publik. Situasi yang berpotensi mempengaruhi kinerja pejabat publik di masa mendatang, juga masuk dalam kategori konflik kepentingan.

Lantas, apa kaitan konflik kepentingan dengan korupsi? Konflik kepentingan dan korupsi sebenarnya adalah dua hal yang berbeda. Menurut Bruno Speck (2006) dan Quentin Reed (2008), konflik kepentingan merupakan sebuah kondisi, sementara korupsi merujuk pada tindakan yang aktual. Artinya, kondisi konflik kepentingan tidak serta membuat seorang pejabat publik menjadi koruptor.

Konflik kepentingan bisa menyebabkan seorang pejabat publik mengutamakan kepentingan pribadi dalam mengemban tugas. Akibatnya, keputusan yang dia ambil rawan menyimpang sehingga bisa berdampak buruk kepada publik. Singkat kata, konflik kepentingan dapat menjadi pendorong terjadinya pelanggaran. Pada titik ini persoalan korupsi bisa terjadi.

Pejabat publik yang memiliki konflik kepentingan bakal rawan melakukan penyalahgunaan wewenang, termasuk melakukan korupsi. Setiap kasus korupsi selalu dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan. Karena itu upaya pemberantasan korupsi tidak bisa dilepaskan dari pencegahan konflik kepentingan pada para pejabat publik.

Besarnya bahaya konflik kepentingan di kalangan pejabat publik itu yang menjadi salah satu alasan Perserikatan Bangsa-bangsa menyarankan agar setiap negara, termasuk Indonesia, menyusun berbagai upaya preventif konflik kepentingan yang komperehensif yang meliputi tidak hanya potensi keuntungan finansial tetapi juga non finansial. Namun, pemerintah dan legislatif belum dilaksanakan anjuran tersebut.

Hingga saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur secara spesifik mengenai konflik kepentingan. Baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan presiden. Konflik kepentingan hanya disisipkan di Peraturan Pemerintah tentang Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta serta Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 I  Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi melarang adanya konflik kepentingan, namun masih terbatas di sektor pengadaan barang dan jasa.

Mencegah Korupsi

Pemerintah menambah alokasi anggaran penanganan pandemi Covid-19 menjadi Rp 695,2 triliun pada pertengahan Juni 2020. Sebelumnya, alokasi anggaran untuk mengatasi pagebluk sebesar Rp 405,1 triliun. Penambahan anggaran dilakukan karena adanya peningkatan kebutuhan korporasi dan daerah. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan memproyeksi dana penanganan wabah serta pemulihan ekonomi bakal naik menjadi Rp 905,1 triliun.

Penggunaan anggaran jumbo ini mesti disertai pengawasan yang ketat. Jangan sampai duit yang sangat dibutuhkan rakyat untuk menghadapi pandemi ini justru menjadi bancakan para koruptor. Sebab, jika kita berkaca dari pengalaman, program-program pemerintah yang membutuhkan anggaran besar kerap kali menjadi ajang korupsi. Jangan sampai anggaran penanganan pademi ini mengalami nasib seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada saat krisis ekonomi 1997-1998. Ketika itu, sebagian dana penyelamatan bank sebesar Rp 144,5 triliun justru dikorupsi.

Langkah yang mesti dilakukan adalah memastikan seluruh pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan program penanganan Covid-19 serta pemulihan ekonomi bebas dari konflik kepentingan. Selanjutnya pengawasan di sektor pengadaan barang dan jasa mesti diperketat sebab sektor ini paling rawan korupsi. Penggunaan anggaran juga harus transparan supaya celah penyalahgunaan anggara bisa dicegah. Terakhir pemerintah harus memastikan bahwa para aparat penegak hukum bersih, bebas suap, serta tidak memiliki konflik kepentingan secara politik maupun ekonomi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Adapun usulan sebagai langkah yang efektif terhadap upaya preventif  terjadinya korupsi adalah Pertama, Pembentukan UU anti konflik kepentingan yang mengatur secara spesifik dan komprehensif, Kedua membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (SATGAS), Ketiga, mengajak kerja sama KPK ,dan Keempat melaporkan penggunaan anggaran secara transparan kepada publik layaknya memberitahu jumlah pasien covid 19.

Penulis :

Theresa Yolanda Sirait, S.H.

Fyi: Artikel ini sebelumnya sudah dipubish di Buku SAKTI ICW

Leave a Reply