Pada tahun 2019 Bank Tabungan Negara atau disingkat BTN memberikan kepercayaan Retainer Firma Hukum M81 & Partners untuk menyelesaikan persoalan dan permasalahan hukum  yang dihadapi perusahaan BTN.

BTN adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang berbentuk perseroan terbatas dan bergerak di bidang jasa keuangan perbankan. Adapun salah satu kasus yang telah dihadapi BTN ialah  Permasalahan Kredit oleh salah satu debitur PT BTN Cabang Semarang yang sedang dalam PKPU Sementara yaitu PT Megatama Putra (Perseroan) (selanjutnya disebut “PT MP”). Sebulumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai Hukum Kepalitan dan  Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Hukum Kepailitan

Prinsip dasar penyelesaian utang dalam Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berfungsi untuk melindungi dari ketidakadilan, maka diatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para kreditur melalui Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang merupakan implementasi dari Pasal 1131 Jo. 1132 KUHPerdata :

  1. Pasal 1131 KUHPerdata :

“Semua harta menjadi jaminan pembayaran utang”

Prinsip Paritas Creditorium : Mengandung makna semua kekayaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak baik yang ada sekarang maupun yang akan ada dikemudian hari terikat kepada penyelesaian kewajiban debitur.

  • Pasal 1132 KUHPerdata :

Pada dasarnya pembagian kekayaan debitur harus dilakukan secara pari passu pro rata parte, kecuali ada hak yang didahulukan. Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte : bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan Bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara mereka kecuali diantara mereka ada hak yang harus didahulukan.

Prinsip Structured Creditors : Prinsip yang mengklasifikasikan dan mengelompokkan berbagai macam kreditur sesuai dengan kelasnya masing-masing yaitu :

  1. Kreditur Preferen : kreditur yang oleh Undang-Undang diberikan hak istimewa sehingga tingkatannya lebih tinggi dari kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
  2. Kreditur separatis : Hak yang diberikan hukum kepada kreditur pemegang hak jaminan.
  3. Kreditur Konkruen : Kreditur yang tidak termasuk golongan khusus atau istimewa.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

PKPU sendiri merupakan upaya hukum yang memberikan hak kepada setiap debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utang nya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagia  utang kepada kreditur konkruen.

Kewajiban pembayaran hutang debitur terhadap Bank yang mana debitur sedang dalam masa PKPU diatur dalam pasal 242 Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dimana Debitur tidak diwajibkan membayar utang. Namun ada pengecualian bagi kredit yang dijamin oleh gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hak hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya ini tercantum dalam pasal 244 Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

PT MA menjaminkan beberapa bidang kepada Bank BTN untuk fasilitas kredit Konsruksi (KYG) dengan dibebankan Sertifikat Hak Tanggungan. Sehingga penundaan kewajiban pembayaran tidak berlaku.

Berdasarkan uraian fakta diatas saat ini PT. MP saat ini masih terus berjalan, dan saat ini kolektibilitas kredit adalah DPK 3, yang mana apabila tidak dilakukan pembayaran angsuran akan masuk dalam status NPL (Non Performing Loan). Sementara menurut laporan keuangan PT MA masih memungkinkan untuk melakukan pembayaran angsuran terhadap PT BTN. Apabila permasalahan PT MA ini mempengaruhi NPL yang merupakan salah satu kunci nilai kualitas kerja Bank akan berdampak negatif bagi Bank salahsatunya mengurangi jumlah modal yang dimiliki Bank.

Tujuan penetapan kolektibilitas kredit adalah untuk mengetahui kualitas kredit sehingga bank dapat mengantisipasi risiko kredit secara dini karena risiko kredit dapat mempengaruhi kelangsungan usaha bank. Di samping itu, penetapan kolektibilitas kredit digunakan untuk menetapkan tingkat cadangan potensi kerugian akibat kredit bermasalah. Penetapan kualitas kredit mengacu pada ketentuan Bank Indonesia, yaitu PBI No.14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dan SE BI No.7/3/DPN tanggal 31 Januari 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

Sesuai BI tersebut, kualitas kredit dapat ditentukan berdasarkan tiga parameter berikut.

  1. Prospek Usaha
  2. Kinerja Debitur
  3. Kemampuan Membayar.

Penyadur,

Theresa Yolanda Sirait, S.H

Leave a Reply