PT Amosys Indonesia, suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Negara Republik lndonesia, beralamat di Komplek Ruko ITC Roxy,Jakarta Pusat. Perusahaan ini bergerak di bidang usaha distribusi, yaitu distribusi kosmetik. PT Amoysis yang diwakilkan oleh Direktur mendatangi kantor M81 dengan tujuan memperoleh bantuan hukum untuk meperjuangkan hak dan kepentingan hukum sebagai masyarakat.
PT Amosys (klien) menjelaskan bahwa telah melaporkan salah satu karyawannya dengan inisial BS telah berbuat curang. Saat ini BS tersebut tidak lagi bekerja menjadi karyawan di PT Amosys Indonesia. Adapun dugaan perbuatan tindak pidana ialah masuk kategori tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang dimaksud pasal 263 Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP). Terkait dengan dugaan tindak pidana tersebut PT Amosys melaporkan perkara tersebut ke Kepolisian Metro Jaya. Laporan tersebut ditangani oleh penyidik Subdirektorat Reserse Mobil, Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Sebelum melaporkan perkara ini ke Kepolisian Metro Jaya, klien telah melakukan upaya-upaya investigasi untuk mengetahui kebenaran perbuatan dari BS. Salah satu upaya yang dilakukan ialah melakukan pengecekan, klarifikasi dan konfirmasi ke pihak BPOM.
Laporan polisi yang dilayangkan klien berbuah hasil, melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang dikeluarkan dari kepolisian bahwa BS telah dijadikan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemalsuan surat. Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya memasukkan BS dalam Daftra Pencarian Orang (DPO) karena setelah ditetapkan sebagai tersangka, BS selalu mangkir/ tidak memenuhi panggilan.
Beberapa bulan kemudian setelah ditetapkan BS menjadi tersangka, Klien dikejutkan dengan adanya panggilan dari Bareskrim Polri untuk meghadiri gelar perkara terkait adanya aduan dari BS. Kemudian hal yang mengagetkan bahwa BS menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dilaporkan BS saat itu. Klien juga dikejutkan atas penarikan atau pelimpahan perkara tersebut dari Polda Metro Jaya ke Termohon, terutama dalam SPDP dinyatakan bahwa status BS tidak lagi menjadi tersanka melainkan terlapor. Bahkan klien juga tidak menerima surat pemberitahuan resmi akan penurunan status BS dari tersangka menjadi terlapor. Oleh karena itu para pencari keadilan dalam hal ini PT Amosys meminta bantuan hukum M81 untuk mendampingi klien dalam proses Pra Peradilan.
Berdasarkan pasal 1 angka 10 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana), praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang:
Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan adalah sebagai berikut:
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 79 KUHAP).
Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (PASAL 80 KUHAP).
Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya (pasal 81 KUHAP).
Diperkuat dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 4 tahun 2016, Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa”Obyek Praperadilan adalah :. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan”.
Sumber :
UU N0 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Peraturan Mahkamah Agung No :4 tahun 2016
Penyadur : Theresa Yolanda Sirait, S.H