Ditengah situasi pandemi covid 19 saat ini yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pandemi bukan saja berdampak dari segi kesehatan saja tapi juga ekonomi. Pada tahun 2020, M81 partners menerima kedatangan klien, dimana klien tersebut merupakan nasabah dari perusahaan yang bergerak di bidang investasi, yaitu Fikasa Group.

Tentu, sudah tidak asing dengan kasus-kasus gagal bayar perusahaan yang terjadi belakangan saat ini. Salah satunya yang dialami oleh nasabah FIKASA GROUP.  Tak jarang bahwa banyak perusahaan yang menggunakan alasan force majeure dampak pandemic covid 19 yang berpengaruh pendapatan perusahaan. 

Force majeure atau keadaan memaksa, menurut  Subekti (2010), merupakan pembelaan debitur untuk menunjukan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi.

Force majeur diartikan sebagai kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Keadaan memaksa mencakup:

  • keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni bahwa para pihak tidak, mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya;dan
  • keadaan memaksa yang bersifat tidak mutlak (relatif), yakni bahwa para pihak masih dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak, antara lain melalui lembaga pertanggungan (asuransi).

Dalam kasus nasabah FIKASA GROUP, jika ditelusuri dari penjelasan dan bukti-bukti yang dimiliki oleh nasabah.

  • Bahwa “FIKASA GROUP” patut diduga telah melakukan penjualan surat berharga komersial yang “tidak mendapatkan ijin dan terdaftar dari bank Indonesia” dan/atau tidak sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Penerbitan dan transaksi surat berharga komersial di pasar uang sehingga patut diduga telah melanggar tindak pidana perbankan Pasal 46 ayat 1 jo Ps.16 ayat 1  UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan: “ Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan bank Indonesia yang dilakukan bersama-sama”.
  • Bahwa FIKASA GROUP” patut diduga melanggar juga Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU TPPU”), yaitu:

Pasal 3 :“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

Pasal 4 :“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling  lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)”.

Pasal 5 :“Setiap orang yang menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar”.

  • Bahwa adapun dasar hukum kami untuk mengajukan upaya hukum pidana adalah dugaan tindak pidana Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 dan/atau Pasal 374 Tindak Pidana Penggelapan dalam jabatan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana dimaksudkan:

 Pasal 372 KUHP

 “BARANG SIAPA DENGAN SENGAJA DAN MELAWAN HUKUM MEMILIKI BARANG SESUATU YANG SELURUHNYA ATAU SEBAGIAN ADALAH KEPUNYAAN ORANG LAIN, TETAPI YANG ADA DALAM KEKUASAANNYA BUKAN KARENA KEJAHATAN DIANCAM KARENA PENGGELAPAN, DENGAN PIDANA PENJARA PALING LAMA EMPAT TAHUN ATAU PIDANA DENDA PALING BANYAK SEMBILAN RATUS RUPIAH”.

Pasal 374 KUHP

“PENGGELAPAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG YANG PENGUASAANNYA TERHADAP BARANG DISEBABKAN KARENA ADA HUBUNGAN KERJA ATAU KARENA PENCARIAN ATAU KARENA MENDAPAT UPAH UNTUK ITU, DIANCAM DENGAN PIDANA PENJARA PALING LAMA LIMA TAHUN”.

REFERENSI

Sumber :

– UU No 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang Hukum Pidana

-UU No 8 tahun 2010 tentang  Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan

Penyadur,

Theresa Yolanda Sirait, S.H (M81)

Leave a Reply